UVEITIS
1. Definisi
Uvea merupakan lapis vaskular mata yang terdiri dari iris,
korpus siliaris dan khoroid. Uveitis ialah peradangan (inflamasi) pada uvea.
2. Klasifikasi
Klasifikasi uveitis dibedakan menjadi empat kelompok utama,
yaitu klasifikasi secara anatomis, klinis, etiologis, dan patologis.
a.
Klasifikasi
berdasar anatomisnya, antara lain:
Tipe
|
Fokus
Inflamasi
|
Meliputi
|
1. Uveitis
Anterior
|
COA
|
a. Iritis
Merupakan bentuk uveitis yang paling umum. Mempengaruhi kinerja
iris dan seringkali dihubungkan dengan kelainan-kelainan autoimun seperti
rheumatoid arthritis. Iritis mungkin berkembang tiba-tiba dan mungkin
berlangsung sampai 8 minggu, bahkan dengan perawatan.
b. Iridoksiklitis
Inflamasi pada iris dan pars plicata.
c. Siklitis
Anterior
|
2. Uveitis
Intermedia (inflamasi dominan pada pars plana dan retina perifer)
|
Vitreus
|
a. Siklitis
posterior
b. Hialitis
c. Koroiditis
Peradangan pada lapisan di bawah retina. Kemungkinan juga
disebabkan oleh suatu infeksi seperti tubrkolosis.
d. Korioretinitis
e. Pars
Planitis
|
3. Uveitis
Posterior (Inflamasi bagian uvea di belakang batas basis vitreus)
|
Retina dan Koroid
|
a. Koroiditis
Fokal, multifocal, atau difus
b. Korioretinitis
c. Retinokoroiditis
d. Retinitis
Mempengaruhi belakang mata. Perkembangan secara cepat sehingga
mempersulit perawatan. Biasanya disebabkan oleh virus shingles atau herpes
dan infeksi bakteri seperti syphilis atau toxoplasmosis.
e. Neuroretinitis
|
4. Panuveitis
|
COA, Vitreus, Retina, dan Koroid
|
Inflamasi pada seluruh uvea.
|
b.
Klasifikasi
berdasar gambaran klinisnya, antara lain:
Tipe
|
Keterangan
|
1. Akut
|
Karakteristik
Episodenya: onset simptomatik tiba-tiba, durasi ≤3 bulan.
|
2. Rekuren
|
Episodenya
berulang, dengan periode inaktivasi tanpa terapi ≥ 3 bulan.
|
3. Kronis
|
Uveitis
berlangsung berbulan-bulan atau bertahun-tahun,seringkali onset tidak jelas
dan bersifat asimtomatik, dengan relaps < 3 bulan setelah terapi
deihentikan.
|
c.
Klasifikasi
berdasar etiologinya, antara lain:
Tipe
|
Keterangan
|
1. Uveitis
Eksogen
|
Uveitis
terjadi karena trauma, invasi mikroorganisme atau agen lain dari luar tubuh
|
2. Uveitis
Endogen
|
Uveitis
terjadi karena mikroorganisme atau agen lain dari dalam tubuh
a.
Berhubungan dengan
penyakit sistemik, contoh: ankylosing spondylitis
b.
Infeksi
yaitu infeksi bakteri (tuberkulosis), jamur (kandidiasis),
virus (herpes zoster), protozoa (toksoplasmosis), atau roundworm
toksokariasis)
c.
Uveitis spesifik
idiopatik
yaitu uveitis yang tidak berhubungan dengan penyakit
sistemik, tetapi memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dari bentuk
lain (sindrom uveitis Fuch)
d.
Uveitis non-spesifik
idiopatik
yaitu uveitis yang tidak termasuk ke dalam kelompok di
atas.
|
d.Klasifikasi
berdasar patologisnya, antara lain:
Tipe
|
Keterangan
|
1. Uveitis
Non-granulomatosa
|
ü Infiltrasi dominan limfosit pada koroid.
ü Umumnya tidak ditemukan organism pathogen dan berespon
baik terhadap terapi kortikosteroid sehingga diduga peradangan ini merupakan
fenomena hipersensitivitas.
|
2. Uveitis
Granulomatosa
|
ü Koroid dominan sel epiteloid dan sel-sel raksasa
multinukleus.
ü Umumnya mengikuti invasi mikroba aktif ke jaringan oleh
organism penyebab.
|
3. Etiologi
Uveitis terjadi karena beberapa hal, antara
lain:
a.
Eksogen
Pada
umumnya disebabkan oleh karena trauma, operasi intraokuler, ataupun iatrogenik.
b.
Endogen
Karena
adanya kelainan sistemik sebagai faktor predisposisi
·
Bakteri :
Tuberkulosa, sifilis
·
Virus :
Herpes simpleks, Herpes zoster, CMV,
Penyakit
Vogt- Koyanagi-Hanada, Sindrom Bechet.
·
Jamur : Kandidiasis
·
Parasit :
Toksoplasma, Toksokara
·
Penyakit Sistemik :
Penyakit kolagen, arthritis reumatoid, multiple sklerosis,
sarkoidosis,
penyakit vaskuler
·
Imunologik :
Lens-induced iridosiklitis, oftalmia simpatika
·
Neoplastik :
Limfoma, reiculum cell carcinoma
c. Immunodefisiensi : AIDS
d. Idiopatik
4. Faktor Risiko
a. Toksoplasmosis pada hewan peliharaan
b. Riwayat penyakit autoimun
c. Perokok
Berdasarkan
penelitian dari University California San Francisco menyatakan bahwa di dalam
rokok ditemukan senyawa-senyawa tertentu yang ditemukan dalam bagian air yang
larut dalam asap rokok meliputi oksigen radikal bebas, yang dapat menyebabkan
peradangan pembuluh darah. Mengingan bahwa uveitis adalah hasildari kekebalan
dysregulation, maka masuk akal bahwa rokok dapat berkontribusi pada
pathogenesis uveitis.
6. Epidemiologi
Uveitis merupakan penyebab 10-15% kebutaan di negara
berkembang. Di dunia diperkirakan terdapat 15 kasus baru uveitis per 100.000
populasi per tahun, atau 38.000 kasus baru per tahun dengan perbandingan yang
sama antara laki-laki dan perempuan.
Sekitar 75% merupakan uveitis anterior. Sekitar 50% pasien
dengan uveitis menderita penyakit sistemik terkait. Uveitis bisa terjadi pada
umur di bawah 16 tahun sampai umur 40 tahun. Pada beberapa negara seperti
Amerika Serikat, Israel, India, Belanda, dan Inggris insiden uveitis banyak
terjadi pada dekade 30- 40 tahun
Setelah usia 70 tahun, angka kejadian uveitis mulai berkurang. Pada penderita berusia tua
umumnya uveitis
diakibatkan
oleh toksoplasmosis, herpes zoster, dan afakia. Bentuk uveitis pada laki-laki umumnya
oftalmia simpatika akibat tingginya angka trauma tembus dan uveitis
nongranulomatosa
anterior
akut. Sedangkan pada wanita umumnya berupa uveitis anterior kronik
idiopatik dan toksoplasmosis.
Uveitis dapat terjadi pada usia berapapun, namun umumnya
terjadi pada usia dewasa muda dan anak. Uveitis biasanya bilateral. 8-15% kasus
uveitis ialah uveitis intermedia.
7. Patofisiologi
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh
efek langsung suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi. Uveitis yang
berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi hipersensitivitas terhadap
antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam (antigen endogen).
Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood
Aqueous Barrier sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel
radang dalam humor akuos. Pada pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini
tampak sebagai flare,
yaitu partikelpartikel kecil dengan gerak Brown (efek tyndall).
Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai
penumpukan sel-sel radang didalam bilik mata depan (BMD) yang disebut hipopion,
ataupun migrasi eritrosit ke dalam BMD, dikenal dengan hifema. Akumulasi
sel-sel radang dapat juga terjadi pada perifer pupil yang disebut Koeppe
nodules,
bila dipermukaan iris disebut Busacca nodules.
Sel-sel radang, fibrin, dan fibroblast dapat menimbulkan
perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian anterior yang disebut sinekia
posterior, ataupun antara iris dengan endotel kornea yang disebut dengan
sinekia anterior. Dapat pula terjadi perlekatan pada bagian tepi pupil, yang
disebut seklusio pupil. Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah dengan
tertutupnya trabekular oleh sel-sel radang, akan menghambat aliran akuos humor dari
bilik mata belakang ke bilik mata depan sehingga akuos humor tertumpuk di bilik
mata belakang dan akan mendorong iris ke depan yang tampak sebagai iris bombe.
Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin meningkat dan
akhirnya terjadi glaucoma sekunder. Pada fase akut terjadi glaukoma sekunder
karena gumpalan-gumpalan pada sudut bilik mata depan, sedangkan pada fase
lanjut glaukoma terjadi karena adanya seklusio pupil.
Patofisiologi
Uveitis
Antigen dari luar (antigen eksogen) Antigen dari dalam
(eksogen)
↓ ↓
Alergi,
mekanisme hipersensitivitas
↓
Radang iris dan radang badan siliar
↓
Rusaknya Blood Aqueous Barrier
Radang iris dan radang badan siliar
↓
Rusaknya Blood Aqueous Barrier
↓
Protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos⬆.
Protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos⬆.
Pada
pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai flare, yaitu
partikelpartikel
kecil
dengan gerak Brown (efek tyndall).
↓
Migrasi eritrosit ke Bilik Depan Mata (BDM) , hifema (bila proses akut)
↓
Sel-sel radang melekat pada endotel kornea (keratic precipitate)
↓
Migrasi eritrosit ke Bilik Depan Mata (BDM) , hifema (bila proses akut)
↓
Sel-sel radang melekat pada endotel kornea (keratic precipitate)
↓
Sel-sel radang, fibrin, fibroblast menyebabkan
iris melekat pada kapsul lensa anterior (sinekia posterior)
dan pada endotel kornea (sinekia anterior)
↓
Sel-sel radang, fibrin, fibroblas menutup pupil
iris melekat pada kapsul lensa anterior (sinekia posterior)
dan pada endotel kornea (sinekia anterior)
↓
Sel-sel radang, fibrin, fibroblas menutup pupil
(seklusio pupil / oklusio pupil)
↓
Gangguan aliran aquous humor
dan peningkatan tekanan intra okuler dan terjadi glaukoma sekunder
↓
Gangguan metabolisme pada lensa, lensa jadi keruh, katarak komplikata
↓
Gangguan aliran aquous humor
dan peningkatan tekanan intra okuler dan terjadi glaukoma sekunder
↓
Gangguan metabolisme pada lensa, lensa jadi keruh, katarak komplikata
↓
Peradangan menyebar bisa menjadi endoftalmitis dan panoftalmitis
Peradangan menyebar bisa menjadi endoftalmitis dan panoftalmitis
8. Gejala dan
Tanda
a. Gejala
Subyektif
1)
Nyeri
2) Fotofobia
dan lakrimasi
Fotofobia disebabkan
spasmus siliar bukan karena sensitif terhadap cahaya. Lakrimasi disebabkan oleh
iritasi saraf pada kornea dan siliar, jadi berhubungan erat dengan fotofobia.
Terjadi pada uveitis anterior akut.
3) Penglihatan
Kabur
4) Konjungtiva
kemerahan
b. Gejala
Obyektif
1)
Injeksi
siliar, hiperemi pembuluh darah siliar sekitar limbus, berwarna keunguan.
2)
Perubahan
kornea, kreatik presipitat.
Terjadi karena pengendapan
selradang dalam bilik mata depan pada endotel kornea akibat aliran konveksi akuos
humor, gaya berat dan perbedaan potensial listrik endotel kornea.
3)
Kelainan kornea
4)
Kekeruhan dalam bilik depan mata yang disebabkan oleh
meningkatnya kadar protein, sel, dan fibrin.
5)
Perubahan pada lensa, berupa pengendapan sel radang,
pengendapan pigmen, dan perubahan kejernihan lensa.
6)
Perubahan dalam bahan kaca
Kekeruhan
badan kaca terjadi karena pengelompokkan sel, eksudat fibrin dan sisa kolagen,
di depan atau di belakang, difus, berbentuk debu, benang, menetap atau
bergerak.
7)
Perubahan tekanan bola mata.
9. Gambaran
Klinis
a. Uveitis anterior
Gejala utama uveitis anterior akut adalah fotofobia, nyeri,
merah, penglihatan menurun, dan lakrimasi. Sedangkan pada uveitis anterior
kronik mata terlihat putih dan gejala minimal meskipun telah terjadi inflamasi
yang berat.
Tanda-tanda adanya uveitis anterior adalah injeksi silier, keratic
precipitate (KP), nodul iris, sel-sel akuos, flare, sinekia
posterior, dan sel-sel vitreus anterior.
b. Uveitis
Intermediet
Gejala uveitis intermediet biasanya berupa floater,
meskipun kadang-kadang penderita mengeluhkan gangguan penglihatan akibat edema
makular sistoid kronik. Tanda dari uveitis intermediet adalah infiltrasi seluler
pada vitreus (vitritis) dengan beberapa sel di COA dan tanpa lesi inflamasi
fundus.
c. Uveitis Posterior
Dua gejala utama uveitis posterior adalah floater dan
gangguan penglihatan. Keluhan floater terjadi jika terdapat lesi
inflamasi perifer. Sedangkan koroiditis aktif pada makula atau papillomacular
bundle menyebabkan kehilangan penglihatan sentral.
Tanda-tanda adanya uveitis posterior adalah perubahan pada
vitreus (seperti sel, flare, opasitas, dan seringkali posterior
vitreus detachment), koroditis, retinitis, dan vaskulitis.
d. Panuveitis
Panuveitis
merupakan kondisi terdapat infiltrasi sel kurang lebih merata di semua unsur di
traktus uvealis. Ciri morfologi khas seperti infiltrat geografik secara khas
tidak ada.
10. Pencegahan
Bagi para perokok, sebaiknya berhenti
merokok.
11. Diagnosis
Pemeriksaan dilakukan dengan
oftalmologi (?????????????)
a.
Uveitis
Anterior
·
Didapatkan
injeksi silier
·
keratic precipitate pada
kornea (kumpulan leukosit pada endotel. Tipe keratic precipitate dapat
menunjukkan klasifikasi uveitis anterior. Keratic precipitate mutton-fat adalah
karakteristik uveitis granulomatosa. Keratic precipitate stelata
difus terlihat padairidosiklitis heterokromik Fuchs. Keratitis interstisial
didapatkan pada pasien sifilis dan herpes.
·
Flare, yang merupakan protein, dapat terlihat di bilik depan.
Jika leukosit di bilik depan ada dalam jumlah yang banyak, akan terlihat
hipopion.
·
Pada kasus uveitis anterior akut, kecuali yang disebabkan
herpes, tekanan intraockular seringkali rendah namun dapat meningkat pada kasus
kronik. Inflamasi lama dapat menyebabkan sinekia posterior.
·
Nodul inflamasi pada iris menunjukkan uveitis granulomatosa.
Atrofi iris mengarahkan pada herpes zoster sebagai penyebab.
·
Heterokromia adalah temuan klasik pada iridosiklitis
heterokromia Fuchs.
·
Lensa dapat mengalami perubahan menajdi katarak yang
menunjukkan keterlibatan lensa berulang. Presipitat inflamasi dapat terlihat
pada kapsul lensa anterior.
b. Uveitis
Intermedia
·
Terdapat inflamasi segmen anterior ringan hingga sedang.
·
Kumpulan sel radang (”bola salju”) cenderung berakumulasi di
basal vitreus. Di daerah tersebut dapat juga terdapat eksudat perivaskular dan
neovaskularisasi. Sering terlihat eksudat kuning keputihan di retina perifer
dan pars plana (”snowbanking”) yang menunjang diagnosis uveitis intermedia.
c. Uveitis
Posterior
·
Pada vaskulitis retina dengan funduskopi terlihat eksudasi
perivaskular,
·
cell dan flare di bilik depan, dan vitritis.
·
Dapat juga disertai perdarahan retina, cotton-wool
spots,
edema makular cystoid, neovaskularisasi, perdarahan vitreus, atau edema pupil.
12. Diagnosis
Banding
a.
Konjungtivitis
Pada
konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, terdapat secret
dan umumnya tidak disertai rasa sakit, fotofobia atau injeksi silier
b.
Keratitis/ keratokonjungtivitis
Penglihatan
dapat kabur pada keratitis, ada rasa sakit serta fotofobia.
c.
Glaukoma akut
Terdapat
pupil yang melebar, tidak ada sinekia posterior dan korneanya beruap/ keruh.
d.
Neoplasma
Large-cell
lymphoma, retinoblastoma,
leukemia dan melanoma maligna bisa terdiagnosa sebagai uveitis.
13. Pemeriksaan
Penunjang
a.
Flouresence Angiografi
FA
merupakan pencitraan yang penting dalam mengevaluasi penyakit korioretinal dan
komplikasi intraokular dari uveitis posterior. FA sangat berguna baik untuk
intraokular maupun untuk pemantauan hasil terapi pada pasien. Pada FA, yang
dapat dinilai adalah edema intraokular, vaskulitis retina, neovaskularisasi
sekunder pada koroid atau retina, N. optikus dan radang pada koroid.
b.
USG
Pemeriksaan
ini dapat menunjukkan keopakan vitreus, penebalan retina dan pelepasan retina.
c.
Biopsi Korioretinal
Pemeriksaan
ini dilakukan jika diagnosis belum dapat ditegakkan dari gejala dan pemeriksaan
laboratorium lainnya
Pemeriksaan laboratorium mendalam umumnya apalagi kalau
jenisnya non granulomatosa atau jelas berespon dengan terapi non spesifik.
Sedangkan pada uveitis anterior yang tetap tidak responsive harus diusahan
untuk menemukan diagnosis etiologinya.
14. Penatalaksanaan
Tujuan terapi uveitis adalah mencegah komplikasi
yang mengancam penglihatan, menghilangkan keluhan pasien, dan jika mungkin
mengobati penyebabnya. Tatalaksana terpenting adalah dengan steroid topikal,
periokular, atau sistemik dan sikloplegik. Steroid diindikasikan pada uveitis
yang penyebabnya non infeksi. Pemilihan cara pemberian steroid sebagai berikut:
ü Topikal
Untuk
uveitis anterior digunakan steroid tetes mata. Frekuensi pemberian dapat setiap
jam hingga 2 hari sekali. Steroid pilihannya adalah prednisolon asetat 1% yang
botolnya harus dokocok sebelum digunakan. Selama penggunaan pasien dimonitor
tiap 4-6 minggu untuk mencegah efek samping hipertensi okuli.
ü Periokular
Jika
steroid diharapkan bekerja di bagian posterior atau kepatuhan pasien rendah.
Dapat diberikan transseptal atau sub-Tenon. Efek kerjanya lebih lama. Contohnya
adalah triamsinolon asetonid. Cara ini tidak boleh diterapkan pada pasien
uveitis atau skleritis yang infeksius.
ü Sistemik
Jika
terdapat penyakit sistemik yang juga perlu diterapi atau pada uveitis yang
mengancam penglihatan yang tidak responsif pada cara pemberian steroid lain.
Dapat diberikan oral atau intravena. Steroid oral yang sering digunakan adalah
prednison. Oral antibiotika (Ciprofloxacin 500mg 2 kali sehari dan steroid
tablet, bisa pertama dengan short high dose : methylprednisolon 1x48 mg selama
3 hari.
Sikloplegi tetes mata kerja pendek (siklopentolat) dan kerja
panjang (atropin) dapat mengurangi fotofobia karena spasme siliar dan untuk
mengatasi atau mencegah sinekia posterior. Pada kasus uveitis yang berat yang
tidak responsive terhadap steroid atau pasien yang mengalami komplikasi dengan
terapi standar, dapat digunakan imunosupresan.
Terapi imunomodulasi diberikan pada pasien yang memerlukan
terapi steroid sistemik jangka panjang, seperti koroiditis serpiginosa,
koroiditis birdshot, penyakit VKH, oftalmia simpatika, dan arthritis rheumatoid
juvenilis.
Indikasi pembedahan pada uveitis adalah rehabilitasi visual,
biopsi diagnostik, dan menghilangkan opasitas media refraksi agar dapat
memonitor segmen posterior. Misalnya terjadinya katarak, glaukoma sekunder
karena blok pupil atau penutupan sudut, ablasio retina. Sebelum pembedahan,
terapi medis harus diintensifikasi minimal 3 bulan untuk meredakan inflamasi.
Uveitis intermedia dan posterior dapat menyebabkan kekeruhan
vitreus yang signifikan yang tidak berespon pada terapi medis. Neovaskularisasi
juga dapat terjadi pada vaskulitis atau oklusi vaskular sehingga menyebabkan
perdarahan vitreus. Pada keadaan-keadaan ini diperlukan vitrektomi. Vitrekomi
juga diperlukan jika inflamasi intraokular tidak atau kurang berespon terhadap
terapi atau ada kecurigaan neoplasia intraokular atau infeksi3.
15. Pengobatan
Pengobatan uveitis pada umumnya digunakan obat-obat intra
okuler, seperti sikloplegik, OAINS atau kortikosteroid. Pada OAINS atau
kortikosteroid, dapat juga digunakan obat-obatan secara sistemik. Selain itu
pada pengobatan yang tidak berespon terhadap kortikosteroid, dapat digunakan imunomodulator.
·
Midriatik atau sikloplegik
Midriatik
atau sikloplegik berfungsi dalam pencegahan terjadinya sinekia posterior dan
menghilangkan efek fotofobia sekunder yang diakibatkan oleh spasme dari otot
siliaris. Semakin berat reaksi inflamasi yang terjadi, maka dosis siklopegik
yang dibutuhkan semakin tinggi.
·
OAINS
Dapat
berguna sebagai terapi pada inflamasi post operatif, tapi kegunaan OAINS dalam
mengobati uveitis anterior endogen masih belum dapat dibuktikan. Pemakaian
OAINS yang lama dapat mengakibatkan komplikasi seperti ulkus peptikum,
perdarahan traktus digestivus, nefrotoksik dan hepatotoksik.
·
Kortikosteroid
Merupakan
terapi utama pada uveitis. Digunakan pada inflamasi yang berat. Namun efek
samping yang potensial, pemakaian kortikosteroid harus dengan indikasi yang
spesifik, seperti pengobatan inflamasi aktif di mata dan mengurangi inflamasi
intra okuler di retina, koroid dan N.optikus.
·
Imunomodulator
Terapi
imunomodulator digunakan pada pasien uveitis berat yang mengancam penglihatan
yang sudah tidak merespon terhadap kortikosteroid. Imunomodulator bekerja
dengan cara membunuh sel limfoid yang membelah dengan cepat akibat reaksi
inflamasi. Indikasi digunakannya imunomodulator adalah :
ü Inflamasi
intraocular yang mengancam penglihatan pasien.
ü Gagal
dengan terapi kortikosteroid.
ü Kontra
indikasi terhadap kortikosteroid.
Sebelum diberikan imunomodulator, harus benar-benar
dipastikan bahwa uveitis pasien tidak disebabkan infeksi, atau infeksi di
tempat lain, atau kelainan hepar atau kelainan darah. Dan sebelum dilakukan
informed concent.
·
Analgetika
Analgetik
dapat diberikan secara sistemik terutama diberikan pada kasus uveitis non
granulomatosa, karena biasanya pasien mengeluhkan nyeri.
16. Komplikasi
a.
Glaucoma, peninggian tekanan bola mata
Pada
uveitis anterior dapat terjadi sinekia posterior sehingga mengakibatkan
hambatan aliran aquos humor dari bilik posterior ke bilik anterior. Penupukan
cairan ini bersama-samadengan sel radang mengakibatkan tertutupnya jalur dari
out flow aquos humor sehigga terjadi glaucoma. Untuk mencegahnya dapat
diberikan midriatika.
b.
Katarak
Kelainan
polus anterior mata seperti iridosiklitis yang menahun dan penggunaan terapi
kortikosteroid pada terapi uveitis dapat mengakibatkan gangguan metabolism
lensa sehingga menimbulkan katarak. Operasi katarak pada mata yang uveitis
lebih komplek lebih sering menimbulkan komplikasi post operasi jika tidak
dikelola dengan baik. Sehingga dibutuhkan perhatian jangka panjang terhadap pre
dan post operasi. Operasi dapat dilakukan setelah 3 bulan bebas inflamasi.
Penelitian menunjukan bahwa fakoemulsifikasi dengan penanaman IOL pada bilik
posterior dapat memperbaiki visualisasi dan memiliki toleransi yang baik pada
banyak mata dengan uveitis.
Prognosis
penglihatan pasien dengan katarak komplikata ini tergantung pada penyebab
uveitis anteriornya. Pada Fuchs heterochromic iridocyclitis operasi berjalan
baik dengan hasil visualisasi bagus. Sedangkan pada tipe lain (idiopatik, pars
planitis, uveitis associated with sarcoidosis, HSV, HZF, syphilis, toksoplasmosis,
spondylo arthopathies) menimbulkan masalah, walaupun pembedahan dapat juga
memberikan hasil yang baik.
c.
Neovaskularisasi
d.
Ablasio retina
Akibat
dari tarikan pada retina oleh benang-benang vitreus.
e.
Kerusakan Neovaskular optikus
f.
Atropi bola mata
g.
Edem Kisoid Makulae
Terjadi
pada uveitis anterior yang berkepanjangan.
17. Daftar Pustaka
UVEITIS.
Vivi Melinda, S. Ked. Faculty of Medicine, University of Riau, Pekanbaru, Riau.
2009.
PANUVEITIS.
Yayan Akhyar Israr, S. Ked dan Riri Julianti, S. Ked. Faculty of Medicine,
University of Riau, Pekanbaru, Riau. 2009.
http://www.scribd.com/doc/47403017/UVEITIS-ANTERIOR-referat input Selasa, 15 Mei 2012 pukul 23:05 WIB.
http://www.scribd.com/doc/57518614/Uveitis-Endogen input Selasa, 15 Mei 2012 pukul 22:56 WIB.
http://www.scribd.com/doc/60225646/Uveitis-Anterior input Selasa, 15 Mei 2012 pukul 22:58 WIB.
http://www.scribd.com/rani_verdianti/d/82077003-UVEITIS input Selasa, 15 Mei 23:10 WIB.
0 komentar:
Posting Komentar