A.
KONSEP
MEDIS
- Pengertian
Diabetes
Melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetic dan klinis termasuk
heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Price dan
Wilson, 1995).
Diabetes
melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai keluhan metabolic
akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
berbagai organ dan system tubuh seperti mata, ginjal, saraf, dan pembuluh
darah, dan lain-lain (Mansjoer, 1999).
Diabetes
melitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar
glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes
mellitus adalah sindrom yang disebabkan oleh ketidaseimbangan antara tuntutan
dan suplai insulin (H. Rumahorbo, 1999).
- Etiologi
Penyebab diabetes mellitus sampai sekarang
belum diketahui dengan pasti tetapi umumnya diketahui karena kekurangan insulin
adalah penyebab utama dan faktor herediter memegang peranan penting.
a.
Insulin
Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)
Sering
terjadi pada usia sebelum 30 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes,
yang gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya kadar gula
darah).
Faktor
genetik dan lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh karena itu insiden
lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan) misalnya
coxsackievirus B dan streptococcus sehingga pengaruh lingkungan dipercaya
mempunyai peranan dalam terjadinya DM.
Virus atau mikroorganisme
akan menyerang pulau – pulau langerhans pankreas, yang membuat kehilangan
produksi insulin. Dapat pula akibat respon autoimmune, dimana antibody sendiri
akan menyerang sel bata pankreas. Faktor herediter, juga dipercaya memainkan peran
munculnya penyakit ini (Brunner & Suddart, 2002)
b.
Non
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)
Virus
dan kuman leukosit antigen tidak nampak memainkan peran terjadinya NIDDM.
Faktor herediter memainkan peran yang sangat besar. Riset melaporkan bahwa
obesitas salah satu faktor determinan terjadinya NIDDM sekitar 80% klien NIDDM
adalah kegemukan. Overweight membutuhkan banyak insulin untuk metabolisme.
Terjadinya hiperglikemia disaat pankreas tidak cukup menghasilkan insulin
sesuai kebutuhan tubuh atau saat jumlah reseptor insulin menurun atau mengalami
gangguan. Faktor resiko dapat dijumpai pada klien dengan riwayat keluarga
menderita DM adalah resiko yang besar. Pencegahan utama NIDDM adalah
mempertahankan berat badan ideal. Pencegahan sekunder berupa program penurunan
berat badan, olah raga dan diet. Oleh karena DM tidak selalu dapat dicegah maka
sebaiknya sudah dideteksi pada tahap awal tanda-tanda/gejala yang ditemukan
adalah kegemukan, perasaan haus yang berlebihan, lapar, diuresis dan kehilangan
berat badan, bayi lahir lebih dari berat badan normal, memiliki riwayat
keluarga DM, usia diatas 40 tahun, bila ditemukan peningkatan gula darah
(Brunner & Suddart, 2002)
- Insiden
Tingkat
prevalensi dari DM adalah tinggi, diduga terdapat sekitar 10 juta kasus
diabetes di USA dan setiap tahunnya didiagnosis 600.000 kasus baru serta 75 %
penderita DM akhirnya meninggal karena penyakit vaskuler. Penyakit ini cenderung tinggi pada negara maju dari
pada negara sedang berkembang, karena perbedaan kebiasaan hidup. Dampak ekonomi jelas terlihat akibat
adanya biaya pengobatan dan hilangnya pendapatan. Disamping konsekuensi finansial karena
banyaknya komplikasi seperti kebutaan dan penyakit vaskuler. Perbandingan
antara wanita dan pria yaitu 3 : 2, hal ini kemungkinan karena faktor obesitas
dan kehamilan (Price dan Wilson, 1995).
- Anatomi dan Fisiologi
a.
Anatomi
Pankreas
Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster didalam
ruang retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus limpa diarah
kronio – dorsal dan bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan dengan corpus
pankreas oleh leher pankreas yaitu bagian pankreas yang lebarnya biasanya tidak
lebih dari 4 cm, arteri dan vena mesentrika superior berada dileher pankreas
bagian kiri bawah kaput pankreas ini disebut processus unsinatis pankreas. Pankreas terdiri dari dua jaringan
utama yaitu :
1) Asinus,
yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
2) Pulau
Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan getahnya namun sebaliknya
mensekresi insulin dan glukagon langsung kedalam darah.
Pankreas manusia mempunyai 1 – 2 juta pulau langerhans, setiap pulau
langerhans hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi pembuluh darah
kapiler.
Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel-alfa, beta dan
delta. Sel beta yang mencakup kira-kira 60 % dari semua sel terletak terutama
ditengah setiap pulau dan mensekresikan insulin. Granula sel B merupakan
bungkusan insulin dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan bervariasi antara
spesies satu dengan yang lain. Dalam sel B , molekul insulin membentuk polimer
yang juga kompleks dengan seng. Perbedaan dalam bentuk bungkusan ini mungkin
karena perbedaan dalam ukuran polimer atau agregat seng dari insulin. Insulin
disintesis di dalam retikulum endoplasma sel B, kemudian diangkut ke aparatus
golgi, tempat ia dibungkus didalam granula yang diikat membran. Granula ini
bergerak ke dinding sel oleh suatu proses yang tampaknya sel ini yang
mengeluarkan insulin ke daerah luar dengan eksositosis. Kemudian insulin
melintasi membran basalis sel B serta kapiler
berdekatan dan endotel fenestrata kapiler untuk mencapai aliran darah
(Ganong, 1995). Sel alfa yang mencakup kira-kira 25 % dari seluruh sel mensekresikan
glukagon. Sel delta yang merupakan 10 % dari seluruh sel mensekresikan
somatostatin (Pearce, 2000)
b.
Fisiologi
Pankreas
Kelenjar pankreas dalam
mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh berupa hormon-hormon yang disekresikan
oleh sel – sel dipulau langerhans.
Hormon-hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang merendahkan
kadar glukosa darah yaitu insulin dan hormon yang dapat meningkatkan glukosa
darah yaitu glukagon.
Fisiologi
Insulin :
Hubungan yang erat antara
berbagai jenis sel dipulau langerhans menyebabkan timbulnya pengaturan secara
langsung sekresi beberapa jenis hormone lainnya, contohnya insulin menghambat
sekresi glukagon, somatostatin menghambat sekresi glukagon dan insulin.
Insulin
dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulau langerhans.
Rangsangan utama pelepasan insulin diatas kadar basal adalah peningkatan kadar
glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa dalam keadaan normal adalah 80-90
mg/dl. Insulin bekerja dengan cara berkaitan dengan reseptor insulin dan
setelah berikatan, insulin bekerja melalui perantara kedua untuk menyebabkan
peningkatan transportasi glukosa kedalam sel dan dapat segera digunakan untuk
menghasilkan energi atau dapat disimpan didalam hati (Guyton & Hall, 1999)
- Patofisiologi
a.
DM
Tipe I
Pada
Diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan pankreas menghasilkan insulin karena
hancurnya sel-sel beta pulau langerhans. Dalam hal ini menimbulkan
hiperglikemia puasa dan hiperglikemia post prandial.
Dengan
tingginya konsentrasi glukosa dalam darah, maka akan muncul glukosuria (glukosa
dalam darah) dan ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit
yang berlebihan (diuresis osmotic) sehingga pasien akan mengalami peningkatan
dalam berkemih (poliurra) dan rasa haus (polidipsia).
Defesiensi insulin juga
mengganggu metabolisme protein dan lemak sehingga terjadi penurunan berat badan
akan muncul gejala peningkatan selera makan (polifagia). Akibat yang lain yaitu
terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan
glukogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya berupa pemecahan lemak dan
terjadi peningkatan keton yangdapat mengganggu keseimbangan asam basa dan mangarah
terjadinya ketoasidosis (Corwin, 2000)
b.
DM
Tipe II
Terdapat
dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor kurang dan meskipun
kadar insulin tinggi dalam darah tetap saja glukosa tidak dapat masuk kedalam
sel sehingga sel akan kekurangan glukosa.
Mekanisme
inilah yang dikatakan sebagai resistensi insulin. Untuk mengatasi resistensi
insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah yang berlebihan maka harus
terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Namun demikian
jika sel-sel beta tidak mampu mengimbanginya maka kadar glukosa akan meningkat
dan terjadilah DM tipe II (Corwin, 2000)
- Manifestasi Klinik
a.
Poliuria
Kekurangan
insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel menyebabkan
hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau hiperosmolariti menyebabkan
cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan intravaskuler, aliran
darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti dan akibatnya
akan terjadi diuresis osmotic (poliuria).
b.
Polidipsia
Akibat
meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler menyebabkan penurunan
volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi
sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan seseorang haus
terus dan ingin selalu minum (polidipsia).
c.
Poliphagia
Karena
glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin maka
produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar. Maka
reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan (poliphagia).
d.
Penurunan
berat badan
Karena
glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan cairan dan
tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan menciut,
sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan secara
otomatis.
e.
Malaise
atau kelemahan (Brunner & Suddart, 2002)
- Komplikasi
Diabetes
Mellitus bila tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan komplikasi pada
berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh darah kaki, saraf,
dan lain-lain (corwin, 2000)
- Tes Diagnostik
a.
Adanya
glukosa dalam urine. Dapat diperiksa dengan cara benedict (reduksi) yang tidak
khasuntuk glukosa, karena dapat positif pada diabetes.
b.
Diagnostik
lebih pasti adalah dengan memeriksa kadar glukosa dalam darah dengan cara
Hegedroton Jensen (reduksi).
1)
Gula
darah puasa tinggi < 140 mg/dl.
2)
Test
toleransi glukosa (TTG) 2 jam pertama < 200 mg/dl.
3)
Osmolitas
serum 300 m osm/kg.
4)
Urine = glukosa positif, keton positif, aseton positif
atau negative (Bare & suzanne, 2002)
8. Penatalaksanaan Medik
Diabetes Mellitus jika tidak dikelola
dengan baik akamn menimbulkan berbagai penyakit dan diperlukan kerjasama semua
pihak ditingkat pelayanan kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan
berbagai usaha dan akan diuraikan sebagai berikut :
a. Perencanaan
Makanan.
Standar
yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu :
1) Karbohidrat
sebanyak 60 – 70 %
2) Protein
sebanyak 10 – 15 %
3) Lemak
sebanyak 20 – 25
%
Jumlah
kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan
kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah kalori
dipakai rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB-100)-10%, sehingga didapatkan
=
1)
Berat
badan kurang = < 90% dari BB Ideal
2)
Berat
badan normal = 90-110% dari BB Ideal
3)
Berat
badan lebih = 110-120% dari BB Ideal
4)
Gemuk =
> 120% dari BB Ideal.
Jumlah
kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori basal
yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian
ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk pekerja berat). Koreksi
status gizi (gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk menghadapi
stress akut sesuai dengan kebutuhan.
Makanan
sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi dalam
beberapa porsi yaitu :
1) Makanan
pagi sebanyak 20%
2) Makanan
siang sebanyak 30%
3) Makanan
sore sebanyak 25%
4) 2-3
porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya.
b. Latihan Jasmani
Dianjurkan
latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit
yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta.
Sebagai
contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olehraga
sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging.
c. Obat
Hipoglikemik
1)
Sulfonilurea
Obat
golongan sulfonylurea bekerja dengan cara :
1)
Menstimulasi
penglepasan insulin yang tersimpan.
2)
Menurunkan
ambang sekresi insulin.
3)
Meningkatkan
sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Obat golongan ini biasanya
diberikan pada pasien dengan BB normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang
beratnya sedikit lebih.
Klorpropamid kurang
dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan orangtua karena resiko
hipoglikema yang berkepanjangan, demikian juga gibenklamid. Glukuidon juga
dipakai untuk pasien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal.
2)
Biguanid
Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu
metformin.
Sebagai obat tunggal dianjurkan pada
pasien gemuk (imt 30) untuk pasien yang
berat lebih (imt 27-30) dapat juga dikombinasikan dengan golongan sulfonylurea
3)
Insulin
Indikasi
pengobatan dengan insulin adalah :
a)
Semua
penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM) dalam keadaan
ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis.
b)
DM
dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet (perencanaan
makanan).
c)
DM yang
tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif maksimal. Dosis
insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkan perlahan –
lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien. Bila sulfonylurea atau
metformin telah diterima sampai dosis maksimal tetapi tidak tercapai sasaran
glukosa darah maka dianjurkan penggunaan kombinasi sulfonylurea dan insulin.
d) Penyuluhan untuk merancanakan
pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Edukator bagi
pasien diabetes yaitu pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan
keterampilan yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan
pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat
yang optimal. Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih baik. Edukasi
merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan diabetes (Bare & Suzanne,
2002)
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian (Doengoes,
2001)
a.
Aktivitas
/ istrahat.
Tanda :
1)
Lemah,
letih, susah, bergerak / susah berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
2)
Tachicardi,
tachipnea pada keadaan istrahat/daya aktivitas.
3)
Letargi
/ disorientasi, koma.
b.
Sirkulasi
Tanda :
1)
Adanya
riwayat hipertensi : infark miokard akut, kesemutan pada ekstremitas dan
tachicardia.
2)
Perubahan
tekanan darah postural : hipertensi, nadi yang menurun / tidak ada.
3)
Disritmia,
krekel : DVJ
c.
Neurosensori
Gejala
:
Pusing / pening, gangguan
penglihatan, disorientasi : mengantuk, lifargi, stuport / koma (tahap lanjut). Sakit
kepala, kesemutan, kelemahan pada otot, parestesia, gangguan penglihatan,
gangguan memori (baru, masa lalu) : kacau mental, refleks fendo dalam (RTD)
menurun (koma), aktifitas kejang.
d.
Nyeri
/ Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang
tegang / nyeri (sedang berat), wajah meringis dengan palpitasi : tampak sangat
berhati – hati.
e.
Keamanan
Gejala
:
1)
Kulit
kering, gatal : ulkus kulit, demam diaporesis.
2)
Menurunnya
kekuatan immune / rentang gerak, parastesia / paralysis otot termasuk otot –
otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam).
3)
Urine
encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria / anuria jika
terjadi hipololemia barat).
4)
Abdomen
keras, bising usus lemah dan menurun : hiperaktif (diare).
f.
Pemeriksaan
Diagnostik
Gejala :
1)
Glukosa
darah : meningkat 100 – 200 mg/dl atau lebih.
2)
Aseton
plasma : positif secara menyolok.
3)
Asam
lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
4)
Osmolaritas
serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 m osm/l.
2. Diagnosa Keperawatan
a.
Defisit
volume cairan berhubungan dengan hiperglikemia, diare, muntah, poliuria,
evaporasi.
b.
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi
insulin/penurunan intake oral : anoreksia, abnominal pain, gangguan
kesadaran/hipermetabolik akibat pelepasan hormone stress, epinefrin, cortisol,
GH atau karena proses luka.
c.
Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan adanya luka.
d.
Resiko
infeksi berhubungan dengan penurunan fungsi leucosit/ gangguan sirkulasi.
e.
Resiko
gangguan persepsi sensoris : penglihatan berhubungan dengan perubahan fungsi
fisiologis akibat ketidakseimbangan glukosa/insulin atau karena ketidakseimbangan
elektrolit.
f.
Hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan energi, perubahan kimia darah,
insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, infeksi, hipermetabolik.
g.
Nyeri
berhubungan dengan adanya ulcus (luka diabetes mellitus).
h.
Penurunan
rawat diri berhubungan dengan kelemahan.
i.
Kurang pengetahuan mengenai penyakitnya, prognosis
penyakit dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kesalahan interprestasi
(Doengoes, 2001)
4. Perencanaan / Intervensi
a. NDX : Defisit volume cairan berhubungan dengan
hiperglikemia, diare, muntah, poliuria, evaporasi
Tujuan :
Klien akan
mendemonstrasikan hidrasi adekuat, dengan kriteria :
1)
Nadi
perifer dapat teraba, turgor kulit baik.
2)
Vital
sign dalam batas normal, haluaran urine lancer.
3)
Kadar
elektrolit dalam batas normal
Intervensi :
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Kaji
pengeluaran urine
2.
Pantau
tanda-tanda vital
3.
Monitor
pola napas
4.
Observasi
frekuensi dan kualitas pernapasan
5.
Timbang
berat badan
6.
Pemberian
cairan sesuai dengan indikasi
|
1.
Membantu
dalam memperkirakan kekurangan volume total, tanda dan gejala mungkin sudah
ada pada beberapa waktu sebelumnya, adanya proses infeksi mengakibatkan demam
dan keadaan hipermetabolik yang menigkatkan kehilangan cairan
2.
Perubahan
tanda-tanda vital dapat diakibatkan oleh rasa nyeri dan merupakan indikator
untuk menilai keadaan perkembangan penyakit.
3.
Paru-paru
mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan menghasilkan alkalosis
respiratorik, ketoasidosis pernapasan yang berbau aseton berhubungan dengan
pemecahan asam aseton dan asetat
4.
Koreksi
hiperglikemia dan asidosis akan mempengaruhi pola dan frekuensi pernapasan.
Pernapasan dangkal, cepat, dan sianosis merupakan indikasi dari kelelahan
pernapasan, hilangnya kemampuan untuk melakukan kompensasi pada asidosis.
5.
Memberikan
perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti fungsi ginjal dan keefektifan dari
terapi yang diberikan.
6.
Tipe
dan jenis cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respon
|
b. NDX: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi insulin/penurunan intake oral: anoreksia,
abnominal pain, gangguan kesadaran/hipermetabolik akibat pelepasan hormone
stress, epinefrin, cortisol, GH atau karena proses luka.
Tujuan :
Klien akan
mengkonsumsi secara tepat jumlah kebutuhan kalori atau nutrisi yang di
programkan dengan kriteria :
1)
Peningkatan
barat badan.
2)
Pemeriksaan albumin dan globulin dalam batas
normal.
3)
Turgor
kulit baik, mengkonsumsi makanan sesuai program.
Intervensi
:
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Timbang
berat badan.
2.
Auskultasi
bowel sound.
3.
Berikan
makanan lunak / cair.
|
1.
Penurunan
berat badan menunjukkan tidak ada kuatnya nutrisi klien.
2.
Hiperglikemia
dan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit menyebabkan penurunan motilifas
usus. Apabila penurunan motilitas usus berlangsung lama sebagai akibat
neuropati syaraf otonom yang berhubungan dengan sistem pencernaan.
3.
Pemberian
makanan oral dan lunak berfungsi untuk meresforasi fungsi usus dan diberikan
pada klien dgn tingkat kesadaran baik.
|
4.
Observasi
tanda hipoglikemia misalnya : penurunan tingkat kesadaran, permukaan teraba
dingin, denyut nadi cepat, lapar, kecemasan dan nyeri kepala.
5.
Berikan
Insulin.
|
4.
Metabolisme
KH akan menurunkan kadarglukosa dan bila saat itu diberikan insulin akan
menyebabkan hipoglikemia.
5.
Akan
mempercepat pengangkutan glukosa kedalam sel.
|
c. NDX : Kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan adanya luka.
Tujuan
: Klien akan mempertahankan integritas kulit tetap utuh dan terhindar dari
inteksi dengan kriteria :
1)
Tidak
ada tanda – tanda infeksi.
2)
Tidak
ada luka.
3)
Tidak
ditemukan adanya perubahan warna kulit.
Intervensi
:
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Observasi
tanda – tanda infeksi
2.
Ajarkan
klien untuk mencuci tangan dengan baik, untuk mempertahankan kebersihan
tangan pada saat melakukan prosedur.
|
1.
Kemerahan,
edema, luka drainase, cairan dari luka menunjukkan adanya infeksi.
2.
Mencegah
cross contamination.
|
3.
Pertahankan
kebersihan kulit.
4.
Dorong klien mengkonsumsi diet secara adekuat dan
intake cairan 3000 ml/hari.
5.
Antibiotik
bila ada indikasi
|
3.
Gangguan
sirkulasi perifer dapat terjadi bila menempatkan pasien pada kondisi resiko
iritasi kulit.
4.
Peningkatan
pengeluaran urine akan mencegah statis dan mempertahankan PH urine yang dapat
mencegah terjadinya perkembangan bakteri.
5.
Mencegah
terjadinya perkembangan bakteri.
|
d. NDX
: Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan fungsi leucosit/ gangguan
sirkulasi
Tujuan
:
Klien
akan menunjukkan tidak adanya tanda “inteksi, dengan kriteria :
- Luka sembuh
- Tidak ada edema sekitar luka.
- Tidak terdapat pus, luka cepat mongering.
Intervensi
:
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Kaji
keadaan kulit yangrusak
2.
Bersihkan luka dengan teknik septic dan antiseptic
3.
Kompres
luka dengan larutan Nacl
4.
Anjurkan
pada klien agarmenjaga predisposisi terjadinya lesi.
5.
Pemberian
obat antibiotic.
|
1.
Mengetahui
keadaan peradangan untuk membantu dalam menanggulangi atau dapat dilakukan
pencegahan.
2.
Mencegah
terjadinya inteksi sekunder pada anggota tubuh yang lain.
3.
Selain
untuk membersihkan luka dan juga untuk mempercepat pertumbuhan jaringan
4.
Kelembaban
dan kulit kotorsebagai predisposisi terjadinya lesi.
5.
Antibiotik
untuk membunuh kuman.
|
e.
NDX
: Resiko gangguan persepsi sensoris : penglihatan berhubungan dengan perubahan
fungsi fisiologis akibat ketidakseimbangan glukosa/insulin atau karena ketidakseimbangan
elektrolit.
Tujuan
:
Klien
akan mempertahankan fungsi penglihatan
Intervensi
:
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Kaji
derajat dan tipe kerusakan
2.
Latih
klien untuk membaca.
3.
Orientasi
klien dengan lingkungan.
4.
Gunakan
alat bantu penglihatan.
5.
Panggil
klien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan kebutuhannya tempat,
orang dan waktu.
6.
Pelihara
aktifitas rutin.
7.
Lindungi
klien dari cedera.
|
1.
Mengidentifikasi
derajat kerusakan penglihatan
2.
Mempertahankan
aktivitas visual klien.
3.
Mengurangi
cedera akibat disorientasi
4.
Melatih
aktifitas visual secara bertahap.
5.
Menurunkan
kebingungan dan membantu untuk mempertahankan kontak dengan realita.
6.
Membantu
memelihara panen tetap berhubungan dengan realitas dan mempertahankan
orientalasi pada lingkungannya.
7.
Pasien
mengalami disorientasi merupakan awal kemungkinan timbulnya cedera, terutama
macam hari dan perlu pencegahan sesuai indikasi.
|
f.
NDX
: Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan energi, perubahan kimia
darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, infeksi,
hipermetabolik
Tujuan
:
Klien akan
menunjukkan perbaikan kemampuan aktivitas dengan kriteria :
a.
mengungkapkan
peningkatan energi
b.
mampu
melakukan aktivitas rutin biasanya
c.
menunjukkan
aktivitas yang adekuat
d.
melaporkan
aktivitas yang dapat dilakukan
Intervensi
:
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Diskusikan
dengan klien kebutuhan akan aktivitas
2.
Berikan
aktivitas alternative
3.
Pantau
tanda tanda vital
4.
Diskusikan
cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat dan sebagainya
5.
Tingkatkan
partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang dapat
ditoleransi
|
1.
Pendidikan
dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas meskipun
pasien mungkin sangat lemah
2.
Mencegah
kelelahan yang berlebihan
3.
Mengindikasikan
tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis
4.
Pasien
akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan penurunan kebutuhan akan
energi pada setiap kegiatan
5.
Meningkatkan
kepercayaan diri yang positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi
pasien
|
g.
NDX: Nyeri berhubungan dengan adanya ulcus (luka diabetes
mellitus).
Tujuan :
Klien akan
menunjukkan nyeri berkurang / teratasi dengan kriteria :
a.
Klien
tidak mengeluh nyeri
b.
Ekspresi
wajah ceria
Intervensi :
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Kaji
tingkat nyeri
2.
Observasi
tanda-tanda vital
3.
Ajarkan
klien tekhnik relaksasi
4.
Ajarkan
klien tekhnik Gate Control
5.
Pemberian
analgetik
|
1.
Nyeri
disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan atau karena peningkatan asam
laktat sebagai akibat deficit insulin
2.
Pasien
dengan nyeri biasanya akan dimanifestasikan dengan peningkatan vital sign
terutama perubahan denyut nadi dan pernafasan
3.
Nafas
dalam dapat meningkatkan oksigenasi jaringan
4.
Memblokir
rangsangan nyeri pada serabut saraf
5.
Analgetik bekerja langsung pada reseptor nyeri dan
memblokir rangsangan nyeri sehingga respon nyeri dapat diminimalkan
|
h.
NDX. Penurunan rawat diri berhubungan dengan kelemahan
Tujuan :
Klien akan
mendemonstrasikan penurunan rawat diri, dengan kriteria :
a.
Kuku
pendek dan bersih
b.
Kebutuhan
dapat dioenuhi secara bertahap
c.
Mandi
sendiri tanpa bantuan
Intervensi :
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Kaji
kemampuan klien dalam pemenuhan rawat diri
2.
Berikan
aktivitas secara bertahap
3.
Bantu
klien dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari
4.
Bantu
klien (memotong kuku)
|
1.
Mengidentifikasi
tingkat toleransi aktivitas klien
2.
Melatih
tingkat kemampuan rawat diri secara bertahap
3.
Meningkatkan
rasa nyaman klien dan memperbaiki sirkulasi ke perifer
4.
Kuku
panjang dapat digunakan untuk menggaruk
|
i.
NDx.: Kurang
pengetahuan mengenai penyakitnya, prognosis penyakit dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kesalahan interprestasi
Tujuan :
Klien akan melaporkan pemahaman tentang penyakitnya dengan kriteria : Mengungkapkan
pemahaman tentang penyakitnya
Intervensi :
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Pilih
berbagai strategi belajar
2.
Diskusikan
tentang rencana diet
3.
Diskusikan
tentang faktor-faktor yang memegang peranan dalam kontrol DM
|
1.
Penggunaan
cara yang berbeda tentang mengakses informasi, meningkatkan penerapan pada
individu yang belajar
2.
Kesadaran
tentang pentingnya kontrol diet akan membantu pasien dalam merencanakan
makan/mentaati program, serat dapat memperlambat absorbsi glukosa yang akan
menurunkan fluktuasi kadar gula dalam darah
3.
Diskusikan
faktor-faktor yang memegang peranan dalam kontrol DM yang dapat menurunkan
berulangnya kejadian ketoasidosis.
|
5. Implementasi
Merupakan
tahap dimana rencana keperawatan dilaksanakan sesuai dengan intervensi. Tujuan
dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai peningkatan kesehatan
baik yang dilakukan secara mandiri maupun kolaborasi dan rujukan.
6. Evaluasi
Merupakan tahap akhir yang
bertujuan untuk mencapai kemampuan klien dan tujuan dengan melihat perkembangan
klien. Evaluasi klien diabetes mellitus dilakukan berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan sebelumnya pada tujuan
DAFTAR PUSTAKA
Bare & Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2, (Edisi 8), EGC, Jakarta
Carpenito, 1999, Rencana
Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, (Edisi 2), EGC, Jakarta
Corwin,. J. Elizabeth, 2001, Patofisiologi, EGC, Jakarta
Doenges, E. Marilynn dan MF. Moorhouse, 2001, Rencana Asuhan Keperawatan, (Edisi III), EGC, Jakarta.
FKUI, 1979, Patologi,
FKUI, Jakarta
Ganong, 1997, Fisiologi
Kedokteran, EGC, Jakarta
Gibson, John, 2003, Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat, EGC, Jakarta
Guyton dan Hall, 1997, Fisiologi Kedokteran, (Edisi 9), EGC, Jakarta
Hinchliff, 1999, Kamus
Keperawatan, EGC, Jakarta
Price, S. A dan Wilson,
L. M, 1995, Patofisiologi, EGC, Jakarta
Sherwood,
2001, Fisiologi Manusia dari Sel
ke Sistem, (edisi 21), EGC, Jakarta
Sobotta, 2003, Atlas
Anatomi, (Edisi 21), EGC, Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar