ryan koko's. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Katarak


A.      Definisi Katarak
     Katarak berasal dari bahasa Yunani “Katarrhakies”, Inggris “Cataract”, dan Latin “Cataracta” yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut “bular”, dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh.
Katarak adalah perubahan pada lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus cahaya menjadi keruh. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa rnelihat dengan jelas karena lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Katarak terjadi perlahan-lahan sehingga penderita terganggu secara berangsur. Katarak dapat terjadi pada kedua mata pada waktu yang tidak bersamaan.

B.       Etiologi
Katarak dapat terjadi akibat :
1.    Hidrasi lensa, yaitu penimbunan air diantara serabut-serabut lensa atau absorbsi intraseluler yang biasanya ditemukan oleh tekanan osmotik.
2.    Denaturasi protein lensa, yaitu perubahan kimiawi dari kandungan protein lensa, dimana protein yang semula larut dalam air menjadi tidak larut dalam air.
3.    Penuaan, biasanya dijumpai katarak senilis.
4.    Paparan ultravioletsinar yang berlebihan.
5.    Trauma, terjadi karena pukulan benda tumpul /tajam terpapar oleh sinar X atau benda-benda radioaktif.
6.    Penyakit sistemik seperti diabetes militus.
7.    Merokok.
8.    Penggunaan obat tertentu, seperti steroid oral, topikal, atau dihirup. Obat lain yang lebih kurang berhubungan dengan katarak termasuk penggunaan jangka panjang statin dan fenotiazin.
9.    Bawaan lahir, dapat terjadi pada saat lahir atau pada anak usia dini sebagai akibat dari kerusakan enzim bawaan, dan trauma hebat pada mata, operasi mata, atau peradangan intraokular juga dapat menyebabkan katarak terjadi lebih awal dalam kehidupan.




 

C.      Faktor Resiko
1.      Pekerjaan 
Pekerjaan dalam hal ini erat kaitannya dengan paparan sinar matahari. Suatu  penelitian yang menilai secara individual, menunjukkan nelayan mempunyai jumlah paparan terhadap sinar ultraviolet yang tinggi sehingga meningkatkan resiko terjadinya katarak kortikal dan katarak posterior subkapsular.
2.      Lingkungan (Geografis)
Katarak khususnya lebih banyak dijumpai di negara berkembang yang berlokasi di khatulistiwa. Hampir  semua studi epidemioologi melaporkan  tingginya prevalensi katarak di daerah  yang banyak terkena sinar ultraviolet. Penduduk yang tinggal di daerah berlainan tidak hanya berbeda dalam hal paparan sinar ultraviolet,  tapi juga dalam hal paparan oleh karena berbagai faktor lain. Ada suatu penelitian dari Nepal dan Cina melaporkan variasi prevalensi penduduk yang tinggal di ketingian berbeda. Dijumpai prevalensi katarak senilis yang lebih tinggi di Tibet yakni 60% dibandingkan di Beijing
3.      Pendidikan
Dari beberapa pengamatan dan survei  di masyarakat diperoleh prevalensi  katarak lebih tingi pada kelompok yang berpendidikan lebih rendah. Meskipun tidak ditemukan hubungan langsung antara tingkat pendidikan dan kejadian katarak, namun tingkat pendidikan dapat mempengaruhi status sosial ekonomi temasuk pekerjaan dan status gizi.
4.      Nutrisi
Walaupun defisiensi nutrisi dapat menyebabkan katarak pada hewan, tapi etiologi ini sulit untuk  dipastikan pada manusia. Beberapa penelitian  mendapatkan bahwa multivitamin, vitamin A, vitamin C, vitamin E, niasin, tiamin, riboflavin, beta karoten, dan peningkatan protein mempunyai efek protektif terhadap perkembangan katarak. Lutein dan zeaxantin adalah satusatunya karotenoid yang dijumpai dalam lensa manusia, dan penelitian terakhir menunjukkan adanya penurunan  resiko katarak dengan peningkatan frekuensi asupan makanan tinggi lutein (bayam, brokoli). Dengan memakan bayam yang telah dimasak lebih dari dua kali dalam semingu dapat menurunkan resiko katarak.
5.      Perokok
Merokok dan mengunyah tembakau dapat menginduksi stress oksidatif dan dihubungkan dengan penurunan kadar antioksidan, askorbat dan karetenoid. Merokok menyebabkan penumpukan molekul berpigmen -3 hydroxykhynurine dan chromophores, yang menyebabkan terjadinya penguningan warna lensa. Sianat dalam rokok juga menyebabkan terjadinya karbamilasi dan denaturasi  protein.
6.      Diare 
Dideskripsikan oleh Harding, diare berperan dalam kataraktogenesis melalui 4 cara yaitu malnutrisi, asidosis, dehidrasi, dan tingginya kadar urea dalam darah.
7.      Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksi, dan  amplitudo akomodatif. Dengan meningkatnya kadar gula darah, maka meningkat pula kadar glukosa dalam akuos humor. Oleh karena glukosa dari akuos masuk ke dalam lensa dengan cara difusi, maka kadar glukosa dalam  lensa juga meningkat. Sebagian glukosa  tersebut dirubah oleh enzim aldose reduktase menjadi sorbitol, yang tidak dimetabolisme tapi tetap berada dalam lensa.
8.      Alkohol
Peminum alkohol kronis mempunyai resiko tinggi terkena berbagai penyakit mata, termasuk katarak. Dalam banyak penelitian alkohol berperan dalam terjadinya katarak. Alkohol secara langsung bekerja pada protein lensa dan secara tidak langsung dengan cara mempengaruhi penyerapan nutrisi penting pada lensa.
9.      Obat-obatan
Data klinis dan laboratorium menunjukkan banyak obat yang mempunyai potensi kataraktogenik. Obat-obatan yang meningkatkan resiko katarak adalah kortikosteroid, fenotiazin, miotikum,  kemoterapi, diuretik, obat penenang, obat rematik, dan lain-lain.
10.   Gender 
Tingginya resiko perempuan terkena katarak sebenarnya tidaklah terlalu besar tetapi secara konsisten dijumpai dalam banyak penelitian-penelitian.  Tinngginya prevalensi pada perempuan terutama untuk resiko terjadinya katarak kortikal.




D.      Patofisiologi
Dalam keadaan normal transfaransi lensa terjadi karena adanya keseimbangan antara protein yang dapat larut dengan protein yang tidak dapat larut dalam membran sesemi permeable. Apabila terjadi peningkatan jumlah protein yang tidak dapat diserap, mengakibatkan jumlah protein dalam lensa melebihi jumlah protein pada bagian lain sehingga membentuk massa transparan ataubbintik kecil di sekitar lensa, membentuk suatu kapsul yang dikenal dengan katarak.
Terjadinya penumpukan cairan / degenasi dan desintegrasi pada serabut tersebut menyebabkan jalannya cahayanya terhambat dan mengakibatkan gangguan penglihatan.

E.       Klasifikasi
Katarak diklasifikasikan dalam dua divisi utama, yaitu:
I.     Katarak Developmental
a.    Katarak kongenital
            Katarak kongenital merupakan kekeruhan lensa yang didapatkan sejak lahir, dan terjadi akibat gangguan perkembangan embrio intrauterin. Biasanya kelainan ini tidak meluas mengenai seluruh lensa. Letak kekeruhan sangat tergantung pada saat terjadinya gangguan metabolisme serat lensa. Katarak kongenital yang terjadi sejak perkembangan serat lensa terlihat segera setelah bayi lahir sampai berusia 1 tahun. Katarak ini terjadi karena gangguan metabolisme serat-serat lensa pada saat pembentukan serat lensa akibat infeksi virus atau gangguan metabolisme jaringan lensa pada saat bayi masih di dalam kandungan, dan gangguan metabolisme oksigen.
            Pada bayi dengan katarak kongenital akan terlihat bercak putih di depan pupil yang disebut sebagai leukokoria (pupil berwarna putih). Setiap bayi dengan leukokoria sebaiknya dipikirkan diagnosis bandingnya seperti retinoblastorma, endoftalmitis, fibroplasi retrolental, hiperplastik vitreus primer, dan miopia tinggi di samping katarak sendiri.
            Katarak kongenital merupakan katarak perkembangan sehingga sel-sel atau serat lensa masih muda dan berkonsistensi cair. Umumnya tindakan bedah dilakukan dengan disisio lentis atau ekstraksi linear. Tindakan bedah biasanya dilakukan pada usia 2 bulah untuk mencegah ambliopia eks-anopsia. Pasca ­bedah pasien memerlukan koreksi untuk kelainan refraksi matanya yang telah menjadi afakia.
b.    Katarak Juvenil
            Katarak juvenil ditemukan saat lahir sampai usia dewasa. Disebabkan oleh penyakit herediter dan bisa merupakan kelanjutan dari katarak kongenital. Katarak juvenil yang terlihat setelah  usia 1 tahun dapat terjadi karena lanjutan katarak kongenital yang makin nyata, penyulit penyakit lain, katarak komplikata, yang dapat terjadi akibat penyakit lokal pada satu mata, seperti akibat uveitis anterior. glaukoma, ablasi retina, miopia tinggi, ftisis bulbi, yang mengenai satu  mata, penyakit sistemik, seperti diabetes, hipoparatiroid, dan miotowa distrofi, yang mengenai kedua mata dan akibat trauma tumpul.
            Biasanya katarak juvenil ini merupakan katarak yang didapat dan banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor.

II.  Katarak Degeneratif
a.    Katarak senilis
            Katarak senilis biasa timbul sesudah usia 50 tahun, kadang-kadang umur kurang dari 40 tahun, hampir selalu mengenai kedua mata walaupun yang satu dapat lebih besar dari yang lain. Kekeruhan dapat pada korteks atau sekitar nukleus. Katarak senilis merupakan katarak yang paling sering ditemukan. Katarak senilis dibagi menjadi 4 stadium, yaitu: stadium insipien, stadium immatur, stadium matur, dan stadium hipermatur.
     Tabel Perbedaan stadium katarak senilis:

Insipien
Imatur
Matur
Hipermatur
Kekeruhan
Ringan
Sebagian
Seluruh
Masif
Besar lensa
Normal
Lebih besar
Normal
Kecil
Cairan lensa
Normal
Bertambah
Normal
Berkurang
Iris
Normal
Terdorong
Normal
Tremulans
Bilik mata depan
Normal
Dangkal
Normal
Dalam
Sudut bilik mata
Normal
Sempit
Normal
Terbuka
Shadow test
-
+
-
-/+
Visus
+
<< 
<<< 
Penyulit
-
Glaukoma
-
Uveitis, Glukoma

Pada katarak senil akan terjadi degenerasi lensa secara perlahan-lahan. Tajam penglihatan akan menurun secara berangsur-angsur. Katarak senil merupakan katarak yang terjadi akibat terjadinya degenerasi serat lensa karena proses penuaan.
Katarak senil dapat dibagi dalarn 4 stadium, yaitu :
1)   Stadium insipien, di mana mulai timbul katarak akibat proses degenerasi lensa. Kekeruhan lensa berbentuk bercak-bercak kekeruhan yang tidak teratur. Pasien akan mengeluh gangguan penglihatan seperti melihat ganda dengan satu matanya. Pada stadium ini., proses degenerasi belum menyerap cairan mata ke dalarn lensa sehingga akan terlihat biiik mata depan dengan kedalaman yang normal, iris dalarn posisi biasa disertai dengan kekeruhan ringan pada lensa. Tajam penglihatan pasien belum terganggu.
2)   Stadium imatur, di mana pada stadium ini lensa yang degeneratif mulai menyerap cairan mata ke dalarn lensa sehingga lensa menjadi cembung. Pada stadium ini, terjadi pembengkakan lensa yang disebut sebagai katarak intumesen. Pada stadium ini dapat terjadi miopisasi akibat lensa mata menjadi cembung, sehingga pasien menyatakan tidak perlu kacamata sewaktu membaca dekat. Akibat lensa yang bengkak, iris terdorong ke depan, biiik mata dangkal dan sudut bilik mata akan sempit atau tertutup. Pada stadium ini dapat terjadi glaukoma sekunder. Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau shadow test akan terlihat bayangan iris pada lensa. Uji bayangan iris positif.
3)   Stadium matur, merupakan proses degenerasi lanjut lensa. Pada stadium terjadi kekeruhan seluruh lensa. Tekanan cairan di dalam lensa sudah dalam keadaan seimbang dengan cairan dalam mata sehingga ukuran lensa akan menjadi normal kembali. Pada pemeriksaan terlihat iris dalam posisi normal, bilik mata depan normal, sudut bilik mata depan terbuka normal, uji bayangan iris negatif. Tajam penglihatan sangat menurun dan dapat hanya tinggal proyeksi sinar positif.
4)   Stadium hipermatur, di mana pada stadium ini terjadi proses degenerasi lanjut lensa dan korteks lensa dapat mencair sehingga nukleus lensa tenggelam dalam korteks lensa (katarak Morgagni). Pada stadium ini jadi juga degenerasi kapsul lensa sehingga bahan lensa ataupun korteks yang cair keluar dan masuk ke dalam bilik mata depan. Pada stadium matur akan terlihat lensa yang lebih kecil daripada normal, yang akan mengakibatkan iris tremulans, dan bilik mata depan terbuka. Pada uji bayangan iris tertihat positif walaupun seluruh lensa telah keruh sehingga stadium ini disebut uji bayangan iris pseudopositif. Akibat bahan lensa keluar dari kapsul, maka akan tirnbul reaksi jaringan uvea berupa uveitis. Bahan lensa ini juga dapat menutup jalan keluar cairan bilik mata sehingga timbul glaukoma fakolitik.
b.    Katarak sekunder
            Mempunyai perkembangan yang lambat, mulai pada bagian posterior korteks kira-kira 2 tahun sesudah eksposure dengan sinar radium atau rontgen. Pada tindakan bedah lensa dimana terjadi reaksi radang yang berakhir dengan terbentuknya jaringan fibrosis sisa lensa yang tertinggal maka keadaan ini disebut sebagai katarak sekunder. Tindakan bedah yang dapat menimbulkan katarak sekunder adalah sisa disisio lentis, ekstraksi linear dan ekstraksi lensa ekstrakpsular. Pada katarak sekunder yang menghambat masuknya sinar ke dalam bola mata atau mengakibatkan turunnya tajam penglihatan maka dilakukan disisio lentis sekunder atau kapsulotomi pada katarak sekunder tersebut.
c.    Katarak komplikata
            Katarak yang berhubungan dengan penyakit mata lainnya seperti iridosiklitis, koroiditis, uveitis, ulkus kornea, glaukoma, ablasio retina, dan tumor intra okular. Katarak komplikata terjadi akibat gangguan keseimbangan susunan sel lensa oleh faktor fisik atau kimiawi sehingga terjadi gangguan kejernihan lensa. Katarak komplikata dapat terjadi akibat iridosiklitis, koroiditis, miopia tinggi, ablasio retina, dan glaukoma. Katarak komplikata dapat terjadi akibat kelainan sistemik yang akan mengenai kedua mata atau kelainan lokal yang akan mengenai satu mata.
d.   Katarak yang berhubungan dengan penyakit sistemik atau keracunan
            Diabetes mellitus merupakan predisposisi untuk berkembang menjadi katarak senilis, juga pada orang dewasa muda dengan bentuk bilateral kortikal katarak. Zonular katarak  didapat pada defisiensi paratiroid. Dinitrophenol dan naphthalene dapat menyebabkan pembentukan katarak.
e.    Katarak traumatika
            Kontusio pada bola mata tanpa perforasi dapat menyebabkan katarak yang timbul beberapa hari/minggu sesudah kotusio. Kekeruhan lensa dapat terjadi akibat trauma tumpul atau trauma tajam yang menembus kapsul anterior. Tindakan bedah pada katarak traumatik dilakukan setelah mata tenang akibat trauma tersebut. Bila pecahnya kapsul mengakibatkan gejala radang berat, maka dilakukan aspirasi secepatnya.

F.       Epidemiologi
Menurut estimasi WHO, di dunia pada saat ini jumlah penderita dengan tajam penglihatan terganggu sebanyak 180 juta, dan 45 juta orang di antaranya mengalami kebutaan. Hampir 90% kebutaan di dunia terdapat di Afrika dan Asia, serta termasuk sepertiganya di Asia Tenggara (WHO, 2000). Diperkirakan 12 orang menjadi buta tiap menit di dunia dan 4 orang di antaranya berasal dari Asia Tenggara. Jumlah ini akan meningkat dua kali lipat pada tahun 2020, hal ini berhubungan dengan jangka umur harapan hidup yang meningkat. Diperkirakan 80% kasus dapat disembuhkan.
Di Indonesia, katarak merupakan penyebab utama kebutaan dimana prevalensi buta katarak 0,78% dari prevalensi kebutaan 1,5% menurut hasil survey pada tahun 1996. Walupun katarak umumnya adalah penyakit usia lanju, namun 16-20% buta katarak telah dialami oleh penduduk Indonesia pada usia 40-45 tahun, yang menurut Biro Pusat Statistik (BPS) adalah termasuk dalam kelompok usia produktif.
Survey kesehatan indera penglihatan di Indonesia tahun 1993-1996 menunjukkan angka kebutaan 1,47%. Penyebab utama kebutaan adalah katarak (1,02%), glaucoma (0,16%), kelainan refraksi (0,14%), kelainan retina (0,09%), dan kelainan kornea (0,06%) (Depkes 1997). Besarnya jumlah penderita katarak di Indonesia saat ini berbanding lurus dengan jumlah penduduk usia lanjut, yang pada tahun 2000 diperkirakan sebesar 15,3 juta. Di Indonesia diperkirakan setiap menit ada satu orang menjadi buta. Sebagian besar orang buta di Indonesia berada di daerah miskin dengan kondisi social ekonomi lemah.
Masyarakat Indonesia memiliki kecenderungan menderita katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan penderita di daerah subtropik. Data di RS Dr Sardjito tahun 2003 menunjukkan bahwa 28% pasien katarak yang dioperasi berumur dibawah 55 tahun. Sementara itu yang berusia produktif (21-55 tahun) sebesar 20%, dengan kelompok pria lebih banyak.
Berbeda dengan kebutaan lainya, buta katarak merupakan kebutaan yang dapat direhabilitasi dengan tindakan bedah. Namun, pelayanan bedah katarak di Indonesia belum tersedia secara merata yang mngekibatkan samapi tahun 2002 timbunan buta katarak mencapai jumlah 1,5 juta, terutama diderita oleh penduduk berpenghasilan rendah.
Di Balai Kesehatan Masyarakat Semarang sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah tercatat jumlah penderita katarak tahun 2002 sebanyak 415 kasus, dan di Rumah Sakit William Booth Semarang, tercatat jumlah penderita katarak tahun 2001 sebanyak 1288 kasus.

G.      Gejala dan Tanda
Katarak berkembang secara berlahan dan tidak menimbulkan nyeri diserta gangguan penglihatan yang muncul secara bertahap. Gangguan penglihatan pada katarak tergantung pada letak kekeruhan lensa, apakah di bagian tepi. tengah atau sudah menyeluruh. Gejala-gejala yang dapat ditemukan pada penderita katarak yaitu:
1.         Penurunan ketajaman visual. Perbedaan jenis katarak mungkin memiliki berbeda pada ketajaman visual, tergantung pada cahaya, ukuran pupil, dan derajat miopia. Adanya subcapsular katarak posterior meskipun kecil dapat sangat mengganggu ketajaman membaca meskipun jarak relatif tidak terpengaruh.
2.         Silau. Penderita katarak sering melaporkan sensitif terhadap cahaya yang menyilaukan, yang mana menggambarkan perubahan beratnya katarak yang kurang sensitif terhadap cahaya yang terang menjadi sensitif terhadap cahaya yang menyilaukan pada siang hari atau cahaya lampu. Peningkatan sensitivitas cahaya ini terutama pada subkaspsular katarak posterior dan perubahan lensa cortical anterior.
3.         Perubahan sensitivitas kontras. Sensitivitas kontras merupakan kemampuan untuk mendeteksi variasi dari bayangan halus. Abnormal dari sensitivitas terhadap kontras bukan merupakan indikator yang spesifik untuk penurunan penglihatan yang disebabkan oleh katarak.
4.         Miopi. Proses pembentukan katarak dimana lensa mengabsorpsi air sekitar lensa sehingga lensa menjadi cembung. Perkembangan dari katarak dapat meningkatkan kekuatan dioptri dari lensa yang biasanya menyebabkan miopi derajat sedang-berat.
5.         Diplopia atau polyopia monokular, penglihatan ganda.

Tanda-tanda yang ditunjukkan penderita katarak, antara lain:
1.         Visus (ketajaman atau kejernihan penglihatan, sebuah bentuk yang khusus di mana tergantung dari ketajaman fokus retina dalam bola mata dan sensitifitas dari interpretasi di otak)  menurun, berlangsung lambat sampai cepat tergantung proses kekeruhannya
2.         Pada katarak tipe nucleus, penglihatan menjadi lebih terang pada waktu senja dibanding pada waktu siang hari
3.         Pada katarak tipe kortek, sebaliknya
4.         Terlihat bintik-bintik hitam pada suatu lapang pandang pada posisi tertentu (pada stadium insipien)

H.      Penatalaksanaan
1.    Non-bedah
Tatalaksana ini hanya memperbaiki fungsi visual untuk sementara, bahkan hanya mencegah agar tidak lebih buruk dengan cepat. Belum ada penelitian yang membuktikan obat-obatan dapat menghambat progresivitas katarak. Beberapa obat yang diduga dapat memperlambat katarak diantaranya: penurun kadar sorbitol, aspirin, antioksidan, vitamin C dan E.
2.    Bedah
Indikasi dilakukan tatalaksana bedah untuk katarak adalah tingkat gangguan visual terhadap aktivitas sehari-hari. Misalnya jika katarak masih imatur dengan visus 6/24 namun pasien adalah seorang pelukis dan sangat terganggu maka bisa dilakukan operasi. Jika katarak sudah matur namun pasien tidak merasa tidak terganggu berarti tidak perlu dilakukan bedah. Namun jika katarak mencapai hipermatur dapat meningkatkan resiko terjadinya glaukoma dan uveitis.
Persiapan yang perlu dilakukan sebelum dilakukannya operasi diantaranya: penggalian riwayat kesehatan umum, pemeriksaan umum dan oftalmologis, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan oftalmologis khusus. Pemeriksaan khusus yang dimaksud misalnya pemeriksaan biometri untuk menghitung kekuatan lensa tanam, pemeriksaan panjang bola mata dengan USG, dan pengukuran kekuatan kornea.
Jenis bedah katarak:
a.         Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK)
·      Operasi katarak dengan membuang lensa dan kapsul secara keseluruhan.
·      Kontraindikasi metode ini: anak-anak, ruptur kapsul karena trauma (KI absolut), miopia tinggi, sindrom marfan, katarak morgagni, vitreus masuk ke KOA.
·      Keuntungan metode ini: tidak diperlukan operasi tambahan untuk memasang lensa pengganti, peralatan sederhana, penurunan penglihatan dengan kacamata ditambah +10 dioptri.
·      Kerugian: penyembuhan luka lama, pemulihan penglihatan lama, mencetuskan astigmatisme, dapat menimbulkan iris dan vitreus inkarserata.
b.         Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (EKEK)
·      Tehnik operasi dengan membuang nukleus dan korteks melalui kapsula anterior dan meninggalkan kantong kapsul untuk tempat lensa tanam (Intraocular Lens atau IOL).
·      Kontraindikasi: kekuatan zonula lemah atau tidak cukup kuat untuk membuang nukleus dan korteks lensa.
·      Keuntungan: irisan lebih kecil daripada EKIK, trauma pada endotel kornea lebih kecil, menimbulkan astigmatisme lebih jarang, luka lebih stabil dan aman.
c.         Small Incision Cataract Surgery (SICS)
·      Tehnik ini merupakan bagian dari EKEK dengan irisan yang lebih kecil sehingga hampir tidak perlu dijahit. Kondisi ideal untuk dilakukan manual SICS adalah kondisi kornea jernih, ketebalan normal, endotelium sehat, KOA cukup dalam, dilatasi pupil cukup, zonula utuh, tipe katarak kortikal, atau sklerosis nuklear derajat II dan III.
·      Keuntungan metode ini: penyembuhan lebih cepat dan resiko astigmatisme minimal. Dibanding fakoemulsifikasi, kurve pembelajaran lebih pendek, dimungkinkan kapsulotomican opener, instrumentasi lebih sederhana, alternatif utama jika operasi fakoemulsifikasi gagal, resiko komplikasi rendah, waktu bedah singkat, lebih murah.
d.        EKEK dengan Fakoemulsi
·      Tehnik operasi ini menggunakan sebuah “tip” yang dikendalikan dan menggunakan gelombang ultrasonik untuk memecah nukleus lensa, kemudian mengaspirasinya.
·      Keuntungan operasi ini lukanya lebih ringan sehingga penyembuhan luka juga cepat serta perbaikan penglihatan juga lebih baik, astigmatisme pasca operasi bisa diabaikan. Kerugiaanya adalah pembelajaran lebih lama, biaya tinggi dan komplikasi operasi lebih serius.
·       

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar